Sambut Keluhan Masyarakat Teluk Bayur, Advokat Rakyat Ajukan RDP ke Komisi III DPR
Bidang Hukum dan HAM DPP ARUN, Yudi Rijali Muslim menyampaikan ARUN DPD Kalbar telah menyerap aspirasi masyarakat Teluk Bayur.
Penulis:
Hasanudin Aco
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) menyatakan komitmennya untuk mengawal proses hukum, mendorong advokasi kebijakan serta membangun dan memperluas mobilisasi solidaritas rakyat untuk mengawal kasus-kasus yang menyakiti hak rakyat.
Kali ini ARUN berfokus pada dugaan praktik perampasan tanah yang dialami oleh masyarakat Teluk Bayur, Ketapang, Kalimantan Barat.
Rencananya keluhan masyarakat ini akan dibawa ke Komisi III DPR RI.
Bidang Hukum dan HAM DPP ARUN, Yudi Rijali Muslim menyampaikan ARUN DPD Kalbar telah menyerap aspirasi masyarakat Teluk Bayur.
"Keluh kesah masyarakat Teluk Bayur itu ditindaklanjuti oleh DPD Ketapang. Lalu diinnvestigasi dan hasilnya dimasukkan ke ARUN Pusat," kata Yudi saat media briefing di Kantor DPP ARUN Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Ia memaparkan dari semua investigasi yang dilakukan, ditemukan beberapa masalah yang membutuhkan keterlibatan dari pemerintah untuk menyelesaikannya.
"Yang pertama, adanya Hak Guna Usaha (HGU) yang cacat hukum. Dimana tidak adanya pelepasan dari masyarakat. Tidak ada proses pembebasan lahan, tanpa ada pembayaran ganti rugi," ujarnya.
Masalah kedua adalah sebuah perusahaan di sana diduga melakukan penguasaan fisik lahan di luar HGU yang sah, sebesar kurang lebih 1.200 hektar.
Dan di atas tanah itu pula, terdapat lebih dari 570 hektar tanpa adanya HGB perusahaan, juga telah membangun berbagai fasilitas seperti gudang pupuk dan perumahan karyawan, tanpa dasar hukum dan tanpa proses pembebasan lahan yang sah.
"Ini adalah bentuk nyata perampasan tanah rakyat, sebuah pelanggaran hukum dan hak konstitusional warga negara," ujarnya lagi.
Masalah ketiga, negara dirugikan dengan penanaman sawit tanpa membayar pajak.
Dari hasil investigasi dengan tidak terpungutnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tidak dibayarkannya Pajak Penghasilan (PPh Badan), tidak disetorkannya iuran Dana BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), serta potensi kehilangan penerimaan dari bea keluar jika hasil sawit diekspor, totalnya adalah Rp19.544.880.000.
"Masalah keempat adalah eksploitasi sepihak oleh perusahaan telah menimbulkan potensi pendapatan dari hasil sawit, menurunnya nilai ekonomis tanah milik warga, rusaknya tatanan sosial kemasyarakatan, serta terjadinya degradasi lingkungan yang berdampak langsung pada keberlanjutan hidup masyarakat, yang jika ditotal dari 2010 sampai 2025 mencapai sekitar Rp95,1 miliar," kata Yudi.
Di tengah kerugian masyarakat tersebut, Bidang Politik DPP ARUN Syakieb Faiz Ba'arrfan, menyatakan perusahaan terkait telah mendapatkan keuntungan yang nilainya triliunan rupiah.
"Keuntungan itu diperoleh tanpa mekkanisme ganti rugi, tanpa izin legal yang lengkap, serta tanpa kontribusi fiskal yang semestinya kepada daerah," kata Syakieb.
Detik-Detik Pendaki Tewas Disambar Petir di Gunung Bawang Bengkayang |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Kota Pontianak Hari Ini, Selasa 5 Agustus 2025: Potensi Hujan Ringan di Sore Hari |
![]() |
---|
Legislator PKB Minta Semua Pihak Bersikap Konstruktif Tanggapi Polemik Bendera One Piece |
![]() |
---|
PPATK Buka Jutaan Rekening Dormant, Komisi III DPR: Jangan Menyusahkan Rakyat |
![]() |
---|
Mengenal Gunung Bawang di Kalbar Tempat Pendaki Tewas Tersambar Petir, Dikeramatkan Suku Dayak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.