Demo di Jakarta
Adrianus Meliala Duga Penjarahan Rumah Anggota DPR Tidak Bersifat Spontan: Sudah Direncanakan
Ahli kriminologi Adrianus Meliala menyatakan bahwa penjarahan rumah anggota DPR pada akhir Agustus 2025 bukan aksi spontan.
Ringkasan Berita:
- Ahli kriminologi Adrianus Meliala menyatakan bahwa penjarahan rumah anggota DPR pada akhir Agustus 2025 bukan aksi spontan, melainkan telah direncanakan sebelumnya.
- Pernyataan ini disampaikan dalam Sidang MKD DPR RI terkait lima anggota DPR nonaktif: Ahmad Sahroni, Adies Kadir, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Patrio, dan Nafa Urbach.
- Adrianus menjelaskan bahwa fenomena ini termasuk dalam kategori “limited looting”, yaitu penjarahan yang hanya menyasar lokasi tertentu secara spesifik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli krimonologi Adrianus Meliala menduga, aksi penjarahan rumah anggota DPR pada akhir Agustus 2025 lalu, tidak terjadi begitu saja atau spontan, melainkan sudah direncanakan.
Hal itu disampaikannya menjawab pertanyaan anggota MKD DPR RI Rano Alfath, saat menjadi saksi Sidang MKD DPR RI, terhadap perkara lima anggota DPR RI nonaktif, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Lima anggota DPR berstatus nonaktif itu adalah Ahmad Sahroni, Adies Kadir, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Nafa Urbach.
"Menurut ahli, apa yang menyebabkan masyarakat seolah-olah melakukan pembenaran terhadap perilaku penjarahan tersebut? Fenomena ini bahkan sampai pada tahap di mana masyarakat, melalui laporan-laporan media, menyiarkan secara langsung aksi penjarahan itu melalui live streaming," kata Rano.
"Dalam khazanah kepustakaan, kita pernah melihat situasi seperti ini, yang kita sebut sebagai limited looting atau penjarahan terbatas. Artinya, dari banyak rumah atau kantor, hanya beberapa yang menjadi sasaran spesifik," jawab Adrianus.
Adrianus mengatakan, fenomena penjarahan tersebut sudah direncanakan sebelumnya.
Namun, dia menjelaskan faktor penyebab terjadinya penjarahan terhadap rumah anggota DPR.
Pertama adanya collective feeling atau perasaan bersama.
"Ada satu hal yang saya duga kuat menjadi pemicu, yaitu adanya collective feeling atau perasaan bersama berupa sense of injustice (perasaan tidak adil) di tengah masyarakat," ujarnya.
Kedua, lanjut Adrianus, ada faktor pencetus. Dalam hal ini Adrianus menyinggung adanya ajakan untuk melakukan penyerangan ke tempat tertentu.
Ajakan tersebut biasanya tersebar melalui media sosial.
"Kondisi ini menjadi baseline atau situasi dasar. Namun, kondisi ini membutuhkan pemicu atau triggering. Ajakan-ajakan seperti 'kumpul di sini', 'bakar Monas', atau 'serang Mabes Polri' itulah yang saya sebut sebagai trigger atau faktor pencetus," pungkasnya.
Untuk diketahui, aksi penjarahan terjadi pada akhir Agustus 2025. Rumah Ahmad Sahroni, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo hingga Nafa Urbach menjadi sasaran penjarahan.
Demo di Jakarta
| Momen Ahli Media Sosial dan Wartawan Senior yang Meliput di Parlemen Beri Keterangan Sidang MKD |
|---|
| Polisi Ungkap Penyebab 2 Kerangka Baru Ditemukan Meski Gedung ACC Kwitang Terbakar Sejak Agustus |
|---|
| Di Sidang MKD, Ahli Sebut Ada Penggiringan Opini Hingga Berujung Demo Anarkis di Depan Gedung DPR |
|---|
| Misteri Dua Kerangka Manusia di Kwitang, Hasil Tes DNA Keluar Pekan Depan |
|---|
| Polisi Tunggu Hasil Uji Sampel DNA Keluarga Farhan dan Reno Usai Penemuan Kerangka |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.