Sabtu, 8 November 2025

Demo di Jakarta

Perasaan Ketidakadilan Jadi Faktor Amarah Publik dan Berdampak ke Penjarahan Rumah Anggota DPR 

Adrianus menjelaskan, penjarahan Agustus lalu berkembang menjadi targeted looting, yaitu sudah direncanakan dan ditargetkan.

Penulis: Reza Deni
Tribunnews.com/Chaerul Umam
SIDANG MKD DPR - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memulai sidang perkara terhadap lima anggota dewan nonaktif pada Senin (3/10/2025). MKD DPR menghadirkan sejumlah saksi dan ahli dalam persidangan tersebut. 

Ringkasan Berita:
  • Adrianus Meliala memaparkan soal adanya hubungan sebab akibat soal amarah publik terhadap Anggota DPR
  • Adrianus menjadi saksi ahli dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan
  • Penjarahan Agustus lalu sudah direncanakan dan ditargetkan

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli kriminologi, Adrianus Meliala memaparkan soal adanya hubungan sebab akibat soal amarah publik terhadap Anggota DPR yang berimbas ke penjarahan rumah para legislator.

Hal itu dipaparkan Adrianus saat menjadi saksi ahli dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap 5 anggota nonaktif DPR.

Baca juga: Sidang MKD, Ahli Sebut Viralnya Video Joget-joget Anggota DPR saat Sidang Tahunan Sudah Di-Framing

Adrianus menjelaskan, penjarahan Agustus lalu berkembang menjadi targeted looting, yaitu sudah direncanakan dan ditargetkan, bukan aksi spontan.

Namun, secara akademik, dia mengatakan ada hubungan sebab-akibat langsung antara video viral dengan aksi penjarahan. 

Baca juga: Sidang MKD, Ahli Anggap Joget Anggota DPR saat Sidang Tahunan MPR Bukan Wujud Tidak Empati ke Rakyat

"Ada banyak sekali faktor atau variabel lain yang mungkin memengaruhinya. Akan tetapi ada satu hal yang saya duga kuat menjadi pemicu, yaitu adanya collective feeling atau perasaan bersama berupa sense of injustice di tengah masyarakat," kata Adrianus, Senin (3/11/2025).

Dia menjelaskan bahwa perasaan bersama ini muncul dan dirasakan oleh banyak kalangan, mulai dari masyarakat bawah hingga kelas menengah ke atas.

Dia menyebut bahwa video-video yang beredar juga memang sengaja dibuat untuk menciptakan dan memperkuat perasaan ketidakadilan ini. 

"Setelah perasaan itu muncul, respons setiap orang berbeda-beda. Ada yang hanya berhenti pada perasaan saja, ada yang melampiaskannya dengan cara lain, tetapi ada juga yang melanjutkannya ke dalam tindakan kerusuhan atau penjarahan," kata dia.

Adrianus ditanya kemudian soal bagaimana dampaknya jika ajakan itu disertai jaminan bisa bebas karena demokrasi.

Dia pun mengatakan bahwa kehadiran video-video yang viral dalam sebulan sebelum kejadian itu berhasil menciptakan sense of injustice secara kuat di kalangan masyarakat.

"Kondisi ini menjadi situasi dasar. Namun kondisi ini membutuhkan pemicu atau triggering. Ajakan-ajakan seperti 'kumpul di sini', 'bakar Monas', atau 'serang Mabes Polri' itulah yang saya sebut sebagai trigger atau faktor pencetus," ujar Adrianus.

Kondisi awal merasa tidak adil, dikatakan Adrianus, menjadi sebuah faktor untuk kemudian muncul pencetus yang mengarahkan emosi tersebut menjadi sebuah tindakan. 

Tanpa adanya perasaan ketidakadilan yang sudah terbangun sebelumnya, ajakan atau pemicu kericuhan dan penjarahan dinilai tidak akan efektif.

"Namun, jika kondisi batin masyarakat sudah matang dengan perasaan tidak adil, maka pemicu tersebut menjadi satu langkah lebih dekat menuju perbuatan kerusuhan. Apa yang dilakukan oleh beberapa kalangan tersebut adalah bagian dari triggering yang kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian karena memenuhi unsur perencanaan dan menimbulkan korban," kata dia.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved