Proyek Kereta Cepat
3 Alasan Jokowi Pilih China Ketimbang Jepang untuk Kerja Sama Proyek Whoosh, PSI: Cukup Logis
Ketua DPP PSI, Dedek Prayudi alias Uki, membeberkan alasan mengapa Jokowi memilih China untuk kerja sama proyek kereta cepat.
Ringkasan Berita:
- Proyek kereta cepat sempat menjadi rebutan pemerintah Jepang dan China pada 2015 lalu.
- Ketua DPP PSI, Dedek Prayudi alias Uki, mengungkapkan alasan mengapa Jokowi saat itu, ketika masih menjabat sebagai Presiden RI, lebih memilih Jepang.
- Uki pun menilai keputusan Jokowi memilih China cukup logis dan rasional.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus peneliti demografi, Dedek Prayudi alias Uki, membeberkan tiga alasan mengapa Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat sebagai Presiden RI, memilih China ketimbang Jepang untuk diajak bekerja sama membangun proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Alasan pertama, Jepang bersedia bekerja sama dengan Indonesia untuk membangun proyek kereta cepat, asal semua utang ditanggung oleh pemerintah.
"Ada tiga alasan kenapa saat itu Pak Jokowi lebih memilih proyek ini (kereta cepat) dikelola bersama dengan Tiongkok," kata Uki dalam program ROSI KompasTV yang tayang pada Kamis (30/10/2025).
"Pertama, Jepang itu menginginkan 100 persen utang ditanggung oleh pemerintah, artinya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional)" jelas Uki.
Dibanding Jepang, imbuh Uki, China justru menawarkan permasalahan utang akan ditanggung bersama konsorsium yang 40 persennya adalah China Development Bank (CDB).
Konsorsium adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih entitas independen (seperti perusahaan, universitas, atau lembaga keuangan) yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dalam proyek tertentu, seperti membangun infrastruktur atau mengembangkan standar teknologi.
Baca juga: Pertanyakan Kerja Sama Whoosh Beralih ke China, Profesor NTU: Xi Bawa Proyek yang Diinginkan Jokowi
"Sementara, Tiongkok setuju pembiayaan yang melalui utang ini ditanggung oleh konsorsium, di mana 40 persen dari konsorsium tersebut adalah China Devlopment Bank sendiri," urai Uki.
Alasan kedua, sambung Uki, adalah China setuju mengeluarkan dana untuk pembebasan lahan, sedangkan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), menolak.
"Kedua, JICA saat itu tidak setuju menggelontorkan dana untuk pembebasan lahan. (Padahal) justru di Indonesia, inilah yang paling repot, pembebasan lahan," ujar Uki.
"Sementara China setuju, CDB akan menggelontorkan uang untuk pembebasan lahan," lanjutnya.
Ketiga, yang menjadi alasan terakhir Jokowi, adalah China memastikan utang dan pembiayaan proyek kereta cepat tidak akan menggunakan dana APBN.
"Terakhir, Jepang menginginkan semuanya dijamin oleh APBN, apabila terjadi turbulence (gangguan) atau sesuatu, APBN menjamin."
"Sementara, China tidak memakai APBN sama sekali, semuanya konsorsium," tutur Uki.
Atas tiga alasan itu, Uki menilai Jokowi cukup logis dan rasional lebih memilih China dibanding Jepang.
"Saya pikir ini cukup logis dan rasional, apa yang dilakukan dan diputuskan Bapak Jokowi (soal proyek kereta cepat)" pungkasnya.
Ada Kepentingan Politik
Proyek Kereta Cepat
| Diduga Ada Mark Up, Legislator Demokrat Desak BPK Audit Proyek Kereta Whoosh |
|---|
| Demokrat Sebut Proyek Whoosh Rugi Rp 2 T per Tahun, Pemerintah Harus Putuskan Siapa yang Tanggung |
|---|
| Whoosh Disebut Bukan Cari Untung, Politisi PDIP Kaget: Gimana Dulu Jokowi Bisa Rayu Xi Jinping? |
|---|
| Jokowi Alihkan Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China, Mahfud MD Pertanyakan Apa yang Jadi Jaminan? |
|---|
| Peneliti TII: KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.