Proyek Kereta Cepat
Profesor NTU Singapura Sebut Eksekusi Proyek Whoosh Ceroboh: China Buru-buru, Tak Ada Studi Mendalam
Profesor dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura menanggapi soal proyek Whoosh yang saat ini menjadi sorotan.
Ringkasan Berita:
- Profesor NTU Singapura menilai proyek kereta cepat Whoosh dilakukan secara terburu-buru karena tidak dilakukan studi secara mendalam.
- Menurutnya, kerja sama Indonesia-China soal proyek Whoosh diambil karena kepentingan politik.
- Ia juga menyinggung soal alasan mengapa Indonesia lebih memilih China, ketimbang Jepang, untuk proyek Whoosh.
TRIBUNNEWS.com - Sosiolog Perkotaan dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura, Profesor Sulfikar Amir, bicara soal proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang kini meninggalkan banyak utang.
Sulfikar menilai eksekusi proyek pembangunan Whoosh yang dimulai pada 2016 dan beroperasi di tahun 2023, dilakukan secara ceroboh.
Sebab, menurut Sulfikar, keputusan mengenai pembangunan Whoosh dilakukan atas kepentingan politik.
"Oh iya, (eksekusi proyek Whoosh) careless (ceroboh) karena perencanaan dan pengambilan keputusan yang sangat dibebani oleh kepentingan politik," katanya dalam program ROSI di KompasTV, Kamis (30/10/2025), dikutip Tribunnews.com.
Sulfikar juga menyebut proses eksekusi proyek Whoosh yang merupakan kerja sama antara China dan Indonesia, tidak dilakukan secara matang.
Ia mengatakan China tidak pernah melakukan studi mendalam selama perencanaan sampai proyek Whoosh dibangun.
Baca juga: Bukan Maksud Bela Luhut, Mahfud Ragu Ketua DEN Terlibat Dugaan Korupsi Whoosh: Saya Tahu Karakternya
Tak hanya itu, Sulfikar juga menuturkan, proyek Whoosh dilakukan China secara terburu-buru.
"Sangat tidak matang kalau misalnya kita melihat fakta bahwa apa yang dilakukan oleh China dan konsorsium China dalam membangun poyek kereta api ini, itu tidak berdasarkan studi yang benar-benar mendalam."
"Mereka tidak melakukan studi kondisi geografis, studi jumlah penumpang, dan lain sebagainya secara mendetail, dan itu dilakukan secara terburu-buru," urai Sulfikar.
Ia lantas menyinggung, mengapa China yang dilibatkan dalam proyek pembangunan kereta cepat Whoosh, alih-alih Jepang.
Padahal, pada April 2014, saat mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Jepang, sempat menjajal kereta cepat negeri sakura itu dan tertarik.
Menurutnya, alasan Jokowi bersedia bekerja sama dengan China adalah karena negeri tirai bambu itu menunjukkan proposal proyek yang jauh lebih besar ketimbang Whoosh.
"Yang jadi pertanyaan, kenapa China yang diberikan pekerjaan ini?" ujar Sulfikar.
"Jawabannya simpel, karena ketika Xi Jinping datang ke Jakarta bertemu Jokowi, yang dibawa itu adalah satu proyek yang jauh lebih besar daripada kereta cepat, proyek pembangunan insfrastruktur yang diinginkan Jokowi."
"Dan ini berada di dalam payung Belt and Road Initiative yang dimulai oleh Xi Jinping pada 2013," jelas dia.
Proyek Kereta Cepat
| Jokowi Alihkan Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China, Mahfud MD Pertanyakan Apa yang Jadi Jaminan? |
|---|
| Peneliti TII: KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh |
|---|
| Ichsanuddin Noorsy Sorot Pernyataan Luhut soal 'Terima Barang Busuk' Proyek Whoosh: Kenapa Menerima? |
|---|
| Ekonom: Restrukturisasi Utang Whoosh Buat Indonesia Masuk 'Debt Trap', Bikin Bergantung dengan China |
|---|
| Pengamat Dukung Kereta Cepat Whoosh Lanjut Dibangun sampai Surabaya |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.