Jumat, 31 Oktober 2025

Babak Akhir Sidang Hasto di MK, Pemerintah Tegaskan UU Tipikor Tidak Perlu Tafsir ‘Melawan Hukum’

Sidang uji UU Tipikor di Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto memasuki babak akhir.

|
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
SIDANG MK - Pakar Hukum Tata Negara, Ahmad Redi selaku ahli dari pihak pemerintah menyampaikan keterangan di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (27/10/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang pengujian Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dimohonkan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto telah memasuki babak akhir.

“Hari ini adalah sidang terakhir untuk perkara ini,” kata Ketua MK, Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).

Pihak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberi kesempatan untuk menyerahkan hasil kesimpulan paling lambat 7 hari setelah sidang hari ini selesai.

Adapun agenda sidang terakhir perkara 136/PUU-XXIII/2025 ini adalah mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan pemerintah.

Ada dua ahli, yakni: Guru Besar Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji dan Pakar Hukum Tata Negara, Ahmad Redi.

Keduanya sama-sama sepakat menyatakan Pasal 21 UU Tipikor konstitusional.

Secara keseluruhan, Suparji menjelaskan bahwa Pasal 21 UU Tipikor tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang menimbulkan ketidakpastian hukum, bertentangan dengan prinsip negara hukum, maupun melanggar hak-hak demokrasi dan komunikasi.

Ia menegaskan, pasal tersebut juga tidak memerlukan penafsiran adanya unsur “melawan hukum” sebagaimana yang dipersoalkan.

“Karena praktik-praktik selama ini saya kira sudah jelas bagaimana penerapan ketentuan tersebut kepada memang pihak-pihak yang memenuhi usur dari tindak pidana, abstraction of justice tersebut,” ujarnya.

Diketahui, dalam permohonannya, Hasto meminta MK menambahkan frasa baru di dalam Pasal 21 UU Tipikor

Hasto menilai pasal yang mengatur tentang perbuatan “mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” itu menimbulkan ketidakpastian hukum.

Ia juga mengusulkan agar ancaman pidana maksimal 12 tahun yang tercantum dalam pasal tersebut dikurangi menjadi paling lama tiga tahun penjara.

Pasal 21 UU Tipikor diketahui pernah menjerat Hasto sebagai terdakwa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

Baca juga: Hasto Kristiyanto Khawatir Rumahnya ‘Di-Sahroni-kan’ Usai Sebut Korupsi Bukan Kejahatan Kemanusiaan

Hasto juga sempat dijerat pasal penyuapan karena diduga menyiapkan uang Rp400 juta untuk Harun Masiku terkait suap Wahyu. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved