Petani Sawit Bersertifikat RSPO Sulit Menjual Kredit, SPKS Desak Perubahan Sistem Pasar
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyampaikan keprihatinan atas kesulitan yang dialami petani sawit mandiri
Ringkasan Berita:
- Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyoroti sulitnya petani bersertifikat RSPO menjual kredit keberlanjutan, sehingga mereka gagal memperoleh manfaat ekonomi dari sertifikasi.
- Ketua Umum SPKS, Sabarudin, menyebut lambannya fasilitasi pembeli kredit oleh RSPO menyebabkan petani kecil kehilangan motivasi untuk berkomitmen pada produksi sawit berkelanjutan.
- SPKS mendesak agar konferensi RSPO di Kuala Lumpur meninjau ulang sistem kredit demi keadilan bagi petani mandiri.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyampaikan keprihatinan atas kesulitan yang dialami petani sawit mandiri dalam memperoleh manfaat ekonomi dari sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Meski telah memperoleh sertifikat, banyak petani yang kesulitan menjual kredit keberlanjutan sehingga tidak bisa menikmati insentif yang dijanjikan.
Baca juga: Petani Minta Presiden Benahi Tata Kelola Sawit Sesuai Aturan Hukum
Ketua Umum SPKS, Sabarudin, mencontohkan Koperasi Produsen Perkebunan Persada Engkersik Lestari di Kalimantan Barat yang sudah bersertifikat RSPO sejak 2024, namun belum berhasil menjual kreditnya hingga masa sertifikat berakhir.
Menurutnya, situasi ini menunjukkan perlunya perhatian serius dari RSPO dan para pemangku kepentingan terkait.
“Petani sudah berinvestasi waktu dan biaya besar untuk memenuhi standar RSPO, namun tidak memperoleh manfaat ekonomi sesuai janji. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sistem kredit yang selama ini diklaim tidak bermasalah,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Baca juga: Pakar Hukum Kehutanan Minta Audit Data Sawit Jadi Isu Strategis, Bukan Sekadar Administratif
Sabarudin juga menilai sekretariat RSPO lamban dalam memfasilitasi pembeli kredit bagi petani sawit kecil dan cenderung memprioritaskan kelompok tertentu. Ia khawatir kondisi ini membuat petani kecil kehilangan motivasi untuk mempertahankan produksi minyak sawit berkelanjutan.
“Kendala ini bisa mengurangi manfaat ekonomi bagi petani kecil dan berpotensi membuat sertifikasi RSPO hanya menguntungkan perusahaan besar yang memiliki rantai pasok langsung,” tegasnya.
SPKS meminta agar konferensi RSPO yang digelar di Kuala Lumpur pada 3–5 November 2025 membahas ulang mekanisme penjualan kredit bagi petani mandiri. Organisasi ini berharap forum tersebut dapat melahirkan solusi konkret yang menjamin kredit petani terserap secara adil di pasar global.
Baca juga: SPKS: Kenaikan Bauran Biodiesel B50 Bisa Turunkan Harga Sawit Petani
“RSPO perlu memastikan sistem yang inklusif agar petani kecil bisa menikmati manfaat nyata dari sertifikasi berkelanjutan,” tutup Sabarudin.
Sebagai informasi, RSPO merupakan sistem sertifikasi global yang menjamin produksi minyak sawit berkelanjutan dengan praktik bertanggung jawab, tanpa deforestasi, serta menghormati hak-hak pekerja. SPKS, sebagai anggota RSPO, menegaskan komitmennya untuk terus mendorong petani sawit kecil mengikuti sertifikasi ini.
| Bagikan Premi Minyak Sawit Lestari, Asian Agri Dukung Pertanian Kelapa Sawit Berkelanjutan |
|
|---|
| SPKS dan Industri Jepang Kerjasama Pembelian Sawit Rakyat Berkelanjutan |
|
|---|
| Prabowo Hapus Utang Bagi Petani, SPKS Harap Syarat dan Mekanismenya Segera Diterbitkan |
|
|---|
| SPKS Beberkan Tantangan dalam Percepatan Sertifikasi ISPO |
|
|---|
| Apkasindo dan TSIT Siapkan Petani Sawit Indonesia Hadapi Pemberlakuan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.