Selasa, 4 November 2025

BEI dan OJK Diminta Benahi Struktur Saham Free Float di Indonesia

Metodologi perhitungan saham free float menyoroti lemahnya tata kelola dan transparansi struktur kepemilikan saham di pasar modal Indonesia.

Penulis: Erik S
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SAHAM FREE FLOAT - Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (7/10/2025). Wacana perubahan metodologi perhitungan saham free float oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) kembali menyoroti lemahnya tata kelola dan transparansi struktur kepemilikan saham di pasar modal Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wacana perubahan metodologi perhitungan saham free float oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) kembali menyoroti lemahnya tata kelola dan transparansi struktur kepemilikan saham di pasar modal Indonesia.

Sejumlah pakar menilai, rencana MSCI menggunakan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai acuan tambahan dalam menentukan porsi saham publik menunjukkan bahwa struktur free float Indonesia memang perlu pembenahan mendasar.

Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai perlu segera melakukan penataan agar persepsi global terhadap pasar modal nasional tidak semakin negatif.

Senior Market Analyst PT Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa pengkajian ulang cara menghitung free float (saham yang beredar dan dapat diperdagangkan publik) bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang masuk dalam indeks MSCI menjadi salah satu faktor pelemahan IHSG.

“Mereka tengah melakukan konsultasi terhadap metode perhitungan free float untuk menyamakan persepsi antara otoritas pasar Indonesia dan MSCI,” kata Nafan Aji Gusta dalam keterangannya, Selasa (29/10/2025).

Menurutnya, langkah MSCI tersebut tidak semata soal teknis metodologi, tetapi mencerminkan masih adanya anomali yang dibiarkan bertahun-tahun.

“Selama ini banyak emiten besar di Indonesia memiliki struktur kepemilikan yang rumit dan tertutup. Free float yang tercatat sering kali tidak mencerminkan realitas likuiditas di pasar karena sebagian besar saham masih dipegang entitas korporasi,” ujarnya.

Dalam kondisi seperti ini, tanpa penyelarasan kebijakan antara otoritas nasional dan standar global, emiten-emiten yang secara fundamental sangat kuat justru berpotensi terdampak negatif akibat kajian baru yang mungkin akan diterapkan MSCI.

Hal itu dapat memicu penyesuaian bobot saham di indeks global dan menggeser persepsi investor terhadap pasar Indonesia.

Selama ini, BEI dan OJK belum pernah melakukan penertiban menyeluruh terhadap laporan kepemilikan saham minoritas.

Baca juga: MSCI Update Bikin IHSG Terkoreksi, Investor Disarankan Pilih Emiten Berfundamental Kuat

Padahal, transparansi struktur kepemilikan dan akurasi data free float menjadi prasyarat utama agar pasar modal bisa tumbuh sehat dan efisien.

Akibat lemahnya pengawasan, pasar saham Indonesia dinilai semakin sulit mencerminkan nilai wajar. Saham-saham dengan kapitalisasi besar tetapi free float kecil menjadi kurang likuid, sementara saham-saham kecil yang spekulatif justru mendominasi pergerakan indeks.

“Ke depan penting untuk memperkuat sinergi agar pasar modal kita semakin kredibel. BEI dan OJK perlu menciptakan metodologi yang lebih definitif dan menegakkan pelaporan kepemilikan yang transparan. Intinya, semua regulasi dan aktivitas perdagangan harus menitikberatkan pada perlindungan investor, itu yang paling esensial,” kata Nafan.

Baca juga: Pandu Sjahrir: Jangan Sampai Aturan Baru MSCI Rugikan Saham Fundamental Indonesia

Jika BEI dan OJK mampu memperbaiki struktur free float secara menyeluruh, maka MSCI tidak perlu menyusun metodologi khusus untuk Indonesia. Sebaliknya, pasar modal nasional akan lebih mudah diterima oleh investor global karena memiliki sistem kepemilikan yang transparan dan dapat diverifikasi.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved