Selasa, 28 Oktober 2025

Indonesia Siap Ratifikasi Kesepakatan ASEAN Tentang Material Konstruksi di 2026

Pemerintah Indonesia menargetkan ratifikasi Mutual Recognition Agreement ASEAN di sektor Building Construction Material (BCM) di kuartal pertama 2026.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/Lita Febriani
RATIFIKASI MRA ASEAN - Acara Penguatan Sinergis BBLM dengan Stakeholder Industri dalam Menghadapi Tantangan Global di Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Pemerintah Indonesia menargetkan ratifikasi Mutual Recognition Agreement (MRA) ASEAN di sektor Building Construction Material (BCM) di kuartal pertama 2026. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia menargetkan ratifikasi Mutual Recognition Agreement (MRA) ASEAN di sektor Building Construction Material (BCM) di kuartal pertama 2026.

Kesepakatan ini akan membuka peluang sekaligus tantangan baru bagi industri dalam negeri, khususnya lembaga penilai kesesuaian dan produsen material konstruksi.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi menjelaskan, MRA BCM merupakan perjanjian antarnegara ASEAN yang sudah ditandatangani oleh 10 negara anggota. Namun, hingga kini baru Malaysia yang meratifikasinya.

"Rencananya Mutual Recognition Agreement Building Construction Material itu akan diratifikasi dalam bentuk Peraturan Presiden. Targetnya kuartal pertama 2026 sudah bisa diterbitkan," kata Andi di acara Penguatan Sinergis BBLM dengan Stakeholder Industri dalam Menghadapi Tantangan Global di Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Andi mencontohkan mekanisme MRA, di mana hasil uji atau sertifikasi dari Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) di suatu negara ASEAN akan otomatis diakui di negara anggota lainnya.

Misalnya, produk yang sudah disertifikasi oleh Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Logam dan Mesin (BBLM) di Indonesia dapat langsung diterima di Singapura tanpa perlu diuji ulang oleh lembaga sertifikasi setempat.

Meski memberi kemudahan dalam perdagangan lintas negara, MRA juga menimbulkan sejumlah tantangan bagi lembaga standarisasi.

Pertama, LPK di Indonesia harus memiliki kompetensi setara dengan lembaga di negara ASEAN lain agar hasil sertifikasinya diakui.

Kedua, bagi produsen dalam negeri, produk impor dari negara ASEAN akan lebih mudah masuk ke pasar Indonesia.

"Dengan kata lain kita percaya bahwa kualitas yang diimpor dari Vietnam, misalnya, sudah teruji dengan sertifikasi dari LPK Vietnam. Tantangannya, apakah kita bisa ekspansif menembus pasar ASEAN atau justru malah diserbu produk impor," kata Andi.

Andi menambahkan, posisi Indonesia sebagai pasar besar dengan jumlah penduduk 280 juta dari total 600 juta populasi ASEAN, membuat Indonesia menjadi sasaran utama ekspor produk negara tetangga.

Oleh karena itu, peningkatan daya saing industri nasional dan penguatan lembaga penilai kesesuaian menjadi kunci agar Indonesia dapat mengambil manfaat dari kesepakatan ini.

"Waktu untuk ratifikasinya semakin dekat, karena kemarin dari rapat Komisi VI ditargetkan pada kuartal pertama tahun 2026 kita sudah bisa menerbitkan Peraturan Presiden," terang Andi.


Foto : BALAI STANDARISASI PRODUK - Tematik BBLM Temu Pelanggan, Industri dan Stakeholder BBLM dengan tema "Penguatan Sinergis BBLM dengan Stakeholder Industri dalam Menghadapi Tantangan Global" di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2025). LPK di Indonesia harus memiliki kompetensi setara dengan lembaga di negara ASEAN lain agar hasil sertifikasinya diakui. (Tribunnews.com/Lita Febriani).

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved